Kasus Organisasi Internasional
Januari
2010 merupakan waktu yang dinanti banyak pihak dengan perasaan
harap-harap cemas, karena pada saat itulah gendering perang “laissez
faire” akan menggema di Asia Tenggara. Negara-negara anggota ASEAN,
termasuk Indonesia, tengah bersiap-siap mengantisipasi beribu macam
kemungkinan yang dapat terjadi menyusul implementasi penuh kesepakatan
perdagangan bebas antar anggota ASEAN yang ternyata bertambah satu
negara non-anggota, yaitu China. Berbagai reaksi ramai menghiasi
headline media-media massa utama di tanah air, mulai dari yang paranoid
terhadap serbuan komoditi asal China hingga yang mencerca pemerintah
yang dinilai terlalu memaksakan diri bergabung dengan rezim perdagangan
bebas tersebut. Tidak kalah berani, kelompok-kelompok tertentu bakan
memvonis bahwa keputusan bergabung dalam AFTA-China sebagai sebuah
kesalahan yang masih mungkin direvisi kembali. Terkait dengan dinamika
tersebut, melalui artikel ini saya mencoba memberikan opini dan gambaran
bagaimana kesiapan Indonesia dalam AFTA-China yang implementasinya
sudah aktif sejak 1 Januari 2010 yang lalu.
Kemunculan AFTA-China
Sejak
tahun 1980an, telah terjadi serangkaian perubahan fundamental di dunia,
antara lain : (1) Munculnya lingkungan ekonomi dunia yang kompetitif,
(2) Terjadinya revolusi teknologi informasi yang meningkatkan transaksi
perdagangan di seluruh dunia, dan (3) Meningkatnya regionalisasi yang
ditandai dengan munculnya pengaturan perdagangan dan investasi dalam
lingkup regional di berbagai belahan dunia. Di saat yang sama
negara-negara Asia mulai menerima prinsip-prinsip liberisasi yang
disertai dengan meningkatnya tekanan strategi pembangunan yang berbasis
daya tarik bagi investasi asing langsung serta munculnya kesadaran di
kalangan para pemimpin ASEAN untuk memperkuat kerjasama ekonomi guna
menghadapi tekanan-tekanan dari luar kawasan.Berbagai alasan tersebut
mendorong para pemimpin negara Asia, khususnya negara anggota ASEAN,
untuk mendirikan suatu organisasi ekonomi regional di Asia Tenggara
Pada
Millennium Summit ke-4 ASEAN di Singapura tahun 1992, ASEAN yang saat
itu beranggotakan enam negara (Brunei, Indonesia, Malaysia, Fillipina,
Singapura, dan Thailand) sepakat membentuk kawasan perdagangan bebas
ASEAN (AFTA). Vietnam, Laos, dan Myanmar secara otomatis tergabung dalam
keanggotaan AFTA bersamaan dengan masuknya mereka ke organisasi
regional tersebut. ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud
kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas
perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan
regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia
serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.
China
bergabung dengan AFTA melalui apa yang disebut Asean China Free Trade
Agreement (ACFTA). AFTA-China 2010 menimbullkan banyak pertentangan dari
berbagai kalangan. Menurut Anggota Komisi VI, komisi yang membidangi
perdagangan dan industry, pihaknya sudah mengusulkan penundaan ini
kepada pemerintah, karena faktanya, menurut Anggota Komisi VI DPR,
Hendrawan Supratikno, Indonesia memang belum siap untuk bersaing dengan
China, dan mengancam meningkatnya angka pengangguran dalam negri.
Pelaku
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tidak kalah menentang. Ini dikarenakan
UKM merupakan salah satu pihak yang paling dirugikan dengan adanya
AFTA-China ini. Hal ini dikarenakan para pelaku UKM di Indonesia belum
semuanya siap bertarung dalam kancah dunia pasar bebas ini. Kekhawatiran
ini sangatlah beralasan. Dengan adanya pasar bebas dipastikan produk
China akan membanjiri pasar di seluruh Indonesia, dan artinya
produk-produk dalam negri khususnya produk UKM akan dipaksakan bersaing
dengan produk-produk China yang terkenal dengan harga sangat murah
dengan kualitas yang dapat diperhitungkan.
Walaupun
banyak pihak yang melakukan penolakan terhadap AFTA-China tetapi masih
banyak pula pihak yang tetap optimis dengan perdagangan bebas Asean dan
China ini. Kepala Badan Pusat Statistik, Rusman Heriawan, mengatakan
bahwa Indonesia masih memiliki peluang untuk bersaing dengan China
mengingan kinerja Indonesia dibandingkan dengan 10 negara Asean lainnya.
Karena itu kemunculan AFTA-China menimbulkan dua pandangan yang
berbeda. Di satu sisi hal ini bisa menjadi ancaman, akan tetapi di sisi
lain ini bisa dijadikan sebagai sebuah tantangan untuk dunia usaha di
Indonesia untuk meningkatkan kualitas dan harga.
Ancaman Sekaligus Tantangan
AFTA-China
ini bisa mencadi ancaman bagi para pengusaha, khususnya untuk para
pelaku usaha dalam negri kecil dan menengah yang belum memiliki kwalitas
dan kemampuan dalam hal memasarkan produk mereka. Karena pada
AFTA-China produk-produk mereka harus bisa bersaing dengan produk China
yang notabene mempunyai harga relative murah dan kualitas yang lumayan
bisa dipertimbangkan. Sebaliknya, untuk para pelaku usaha yang memiliki
produk, kualitas, dan manajemen yang baik, dengan adanya pasar bebas ini
bisa dijadikan tantangan bagi pelaku dunia usaha. Merka bisa bersaing
dengan produk-produk China sehingga pelaku usaha akan semakin menjadikan
pasar bebas sebagai semangat dan modal memotivasi mereka untuk
senantiasa meningkatkan kualitas dan harga produk mereka sehingga bisa
terjangkau oleh konsumen.
Menurut
saya pribadi, sebenarnya produk-produk Indonesia sudah cukup siap untuk
bertanding dalam kancah pasar bebas Asia Tenggara-China dari segi
keragaman, originalitas, dan kualitas produk. Hal ini bisa dilihat dari ,
salah satunya, terselenggaranya pameran kerajinan tangan dan
perdagangan Inacraft ( International Handicraft Trade Fair) ke 12 yang
diselenggarakan tanggal 21-25 April 2010 lalu. Sektor kerajinan tangan
sendiri sudah berkontribusi sebesar 30% dari pertumbuhan ekonomi
nasional. Jika zaman dahulu rempah-rempah menjadi komuditas ekspor
terbesar, sejak beberapa tahun belakangan ini kerajinan tangan merupakan
salah satu komuditas ekspor yang besar. Seiring dengan berkembangnya
industry kreatif di Indonesia, maka pasar kerajinan tangan pun semakin
besar. Di Inacraft 2010 terdapat kurang lebih 1600 stand yang menjual
kerajinan tangan mulai dari perlengkapan rumah tangga, dekorasi taman, fashion,
hingga mainan anak. Hal ini menunjukan bahwa semakin besar kesadaran
masyarakan, khususnya pelaku dunia usaha, untuk senantiasa menyiapkan
diri dalam dunia Global seperti tema yang diangkat panitia Inacraft
tahun ini ‘From The Smart Village to The Global Market’. Apabila dilihat
dari Inacraft 2010, rata-rata setiap daerah di Indonesia memiliki
produk unggulan masing-masing. Butuh sedikit sokongan dari pemerintah,
maka produk-produk ini akan Berjaya di kancah pasar bebas. Bila Singapur
bisa mengandalkan teknologi sebagai produk unggulannya, maka kita dapat
menjadikan industry kreatif dan kerajinan tangan sebagai unggulan.
Persaingan AFTA-China ini tidak hanya menggugah pelaku bisnis, tetapi
juga beberapa mahasiswa. Setidaknya ada tiga buah perusahaan yang
didirikan oleh Mahasiswa Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi
Bandung (SBM-ITB) yang ikut berpartisipasi dalam acara ini. Tiga
perusahaan tersebut adalah: (1) Ace Company dengan produk tas kulit sapi
yang dipadukan dengan kain songket Bali yang elegant, (2) Drivaza
dengan Wall Sticker dan Book Shelf yang sangat urban, dan (3) Elf Company yang menawarkan sebuar teknologi baru, Alarm Pillow.
Sebagai mahasiswa sekolah bisnis terbaik di Indonesia, mereka menyadari
akan pentingnya mempersiapkan diri guna memasuki era globalisasi ini.
Membuat perusahaan kecil merupakan wujud nyata mereka untuk meningkatkan
ekonomi nasional. Dengan semakin banyaknya usaha kecil dan menengah
yang muncul, maka akan semakin baik untuk perekonomian negara kita. Hal
itu dapat meningkatkan Gross Domestic Product dan menurunkan
angka pengangguran. Produk-produk yang mereka buat juga sudah pantas
disejajarkan dengan produk hasil UKM atau perusahaan lainnya, yang
mereka butuhkan adalah pengalaman yang lebih dan lagi-lagi dukungan dari
pemerintah.
Namun dengan segala pencapaian yang ada, para pelaku bisnis tidak boleh luput sekalipun. Mereka justru harus
selalu dan terus meningkatkan mutu dan kwalitas mereka sehingga
masyarakat Indonesia tidak kecewa dengan produk yang mereka beli dari
produk Indonesia akan tetapi justru semakin bangga membeli Produk
Indonesia karena Produksi Indonsia memiliki kwalitas yang sangat bagus
dan harga yang murah dan terjangkau.
Dan
untuk wujudkan itu perlu diadakan kerjasama dan koordinasi dari banyak
pihak dari pelaku usaha kecil dan menengah itu sendiri, Pemerintah
dengan mengeluarkan bantuan dana khusus untuk pelaku Usaha Kecil dan
menengah dengan bunga sekecil-kecilnya dan juga bimbingan secara terus
menerus. Selanjutnya adalah peran masyarakat melalui Gerakan Cinta Produksi Indonesia adalah
peran yang sangat baik dan bermanfaat sehingga jika ini terjalin dan
berjalan dengan baik maka Indonesia akan berani berteriak “SELAMAT DATANG PASAR BEBAS”.Pertanyaan:
1. Apakah taktik yang harus dipersiapkan oleh negara Indonesia? (Diskusikan dan jelaskan alasan jawaban anda)
- Apakah dampak positive dan Negative nya dengan masuknya China ke dalam AFTA
Comments
Post a Comment