Menteri Susi Sebut Ikan Impor Bebas Bea Masuk, Ikan Cilacap Kena Pajak 10%
Jakarta -Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi
Pudjiastuti mengungkapkan soal beberapa regulasi perpajakan yang tak
sinkron dengan upaya mendorong ekonomi kerakyatan.
Susi mencontohkan soal kasus ikan tenggiri impor yang masuk ke Indonesia tanpa bea masuk impor. Sedangkan ikan tenggiri lokal, yang berasal dari nelayan di Cilacap kena pajak pertambahan nilai (PPN) 10%.
"Ikan impor tenggiri tidak kena pajak, ikan tenggiri Cilacap dapat pajak 10%," ungkap Susi di Gedung Mina Bahari I, kantor pusat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Senin (3/11/2014).
Pernyataan Susi ini langsung direspon positif Dirjen Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Saut P Hutagalung. Saut menilai pemberian PPN 10% telah memberatkan nelayan lokal. Belum lagi ada berbagai retribusi Pemerintah Daerah yang wajib dibayarkan nelayan.
"Ibunya (Susi Pudjiastuti) mau memperbandingkan ikan di dalam negeri itu serba dipajakin. Mulai didaratkan ada retribusi 10%, kudu dibeli sama ini ada 10%. Lalu kapan mau ekspor nggak ada pajak ekspor? mau impor nggak ada bea masuk. Itu pertanyaan ibu sebetulnya. Kenyataannya sekarang itu seperti itu," papar Saut.
Ia berpesan agar Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menghitung ulang berapa besaran pajak yang dinilai masuk dan tidak memberatkan nelayan. Hal itu dilakukan agar produk ikan hasil tangkap nelayan berdaya saing dengan produk impor.
"Nah pajak itu membuat persaingan produk kita akan menurun kan, barang takutnya tidak bisa laku dimana-mana. Mengapa pajak ini tidak bisa dimudahkan. Kita harus melihat agar produk kita berdaya saing. Kalau enggak konsumen mahal," jelasnya.
(wij/hen)
Sumber: Detik.com
Susi mencontohkan soal kasus ikan tenggiri impor yang masuk ke Indonesia tanpa bea masuk impor. Sedangkan ikan tenggiri lokal, yang berasal dari nelayan di Cilacap kena pajak pertambahan nilai (PPN) 10%.
"Ikan impor tenggiri tidak kena pajak, ikan tenggiri Cilacap dapat pajak 10%," ungkap Susi di Gedung Mina Bahari I, kantor pusat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Senin (3/11/2014).
Pernyataan Susi ini langsung direspon positif Dirjen Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Saut P Hutagalung. Saut menilai pemberian PPN 10% telah memberatkan nelayan lokal. Belum lagi ada berbagai retribusi Pemerintah Daerah yang wajib dibayarkan nelayan.
"Ibunya (Susi Pudjiastuti) mau memperbandingkan ikan di dalam negeri itu serba dipajakin. Mulai didaratkan ada retribusi 10%, kudu dibeli sama ini ada 10%. Lalu kapan mau ekspor nggak ada pajak ekspor? mau impor nggak ada bea masuk. Itu pertanyaan ibu sebetulnya. Kenyataannya sekarang itu seperti itu," papar Saut.
Ia berpesan agar Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menghitung ulang berapa besaran pajak yang dinilai masuk dan tidak memberatkan nelayan. Hal itu dilakukan agar produk ikan hasil tangkap nelayan berdaya saing dengan produk impor.
"Nah pajak itu membuat persaingan produk kita akan menurun kan, barang takutnya tidak bisa laku dimana-mana. Mengapa pajak ini tidak bisa dimudahkan. Kita harus melihat agar produk kita berdaya saing. Kalau enggak konsumen mahal," jelasnya.
(wij/hen)
Sumber: Detik.com
Comments
Post a Comment